Walan.id – Seorang pegawai honorer Inspektorat Kabupaten Lebak berinisial EK (25), yang sehari-hari bertugas sebagai petugas kebersihan dan kerap diberi tugas tambahan sebagai sopir, diduga mengalami penganiayaan serta kekerasan verbal oleh atasannya, R. Kejadian tersebut terjadi pada Jumat (14/11/2025) dan membuat EK mengalami tekanan secara mental.
Akibat insiden tersebut, EK kini memilih mengundurkan diri dari pekerjaannya sebagai honorer. “Betul, saya telah mengundurkan diri melalui surat yang saya layangkan ke Inspektut pada 17 November 2025”
EK mengaku tidak menyangka akan mendapat perlakuan kasar dari atasannya, terlebih selama bekerja ia berusaha menjalankan tugas sesuai instruksi pejabat Inspektorat. Ia merasa perlakuan tersebut tidak adil terhadap pegawai kecil seperti dirinya.
Baca juga:
Kuasa Hukum Bidan Pertanyakan Proses Penahanan Klienya jadi Tersangka Penganiayaan Suami TNI
Berdasarkan pengakuan EK, Pada Senin (17/11/2025), Inspektur bersama dua pegawai Inspektorat mendatangi kediaman EK. Pertemuan tersebut berujung pada kesepakatan tertulis berupa “Berita Acara Musyawarah Penyelesaian Permasalahan antara EK dan R” yang ditandatangani oleh EK, PH, YUN, dan R.
Namun polemik mencuat ketika sejumlah media mencoba menggali keterangan dari pihak Inspektorat. Sekretaris Inspektorat VI membantah dan menegaskan bahwa kejadian dugaan penganiayaan yang ada di Inspektorat Lebak merupakan informasi yang tidak benar alias hoaks.
“Enggak, enggak ada kejadian seperti itu. Itu hoaks,” tegasnya.
Baca juga:
Terungkap! Kasus Penusukan hingga Meninggal di Binuang Didasari Motif Dendam Lama
Pernyataan bernada sangkalan itu pun langsung dibantah oleh EK. Ia merasa keterangan tersebut bertolak belakang dengan fakta yang dialaminya. “Saya nggak terima dituduh hoaks, saya berani bersaksi demi Allah dan mempertahankan secara hukum atas kejadian yang saya alami, jangan malah dituduh hoaks”
EK juga mengungkap bahwa dirinya sempat diminta membuat video klarifikasi oleh Kasubag Umum dan Kepegawaian, agar terlihat bahwa persoalan sudah selesai melalui musyawarah. Namun EK menolak karena masih merasa tertekan dan belum siap membuat pernyataan.
Kasus ini kini menjadi perhatian publik, terutama menyangkut perlindungan terhadap tenaga honorer di lingkungan pemerintahan serta transparansi penyelesaian dugaan tindak kekerasan oleh pejabat institusi.













