Walan.id – Di tengah derasnya arus globalisasi, banyak negara menghadapi tantangan baru terkait identitas nasional dan rasa kebangsaan warganya. Globalisasi, dengan segala kemajuan teknologi, mobilitas manusia, dan pertukaran budaya, membawa manfaat besar mulai dari kemudahan akses informasi hingga pertumbuhan ekonomi. Namun di sisi lain, pengaruh tersebut juga memicu kekhawatiran akan munculnya fragmentasi sosial, melemahnya ikatan kolektif, dan terkikisnya kesadaran akan sejarah serta nilai-nilai kebangsaan.
Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: apakah globalisasi menyebabkan rasa nasionalisme di kalangan warga negara menjadi meredup?
Bagaimana perubahan global dalam bidang ekonomi, politik, dan budaya memengaruhi keterikatan seseorang terhadap negara asalnya?
Isi
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh Maarif Institute pada periode 10–23 Desember 2024 terhadap 1.221 responden berusia di atas 17 tahun, tercatat bahwa lebih dari 96 persen masyarakat Indonesia merasa bangga menjadi Warga Negara Indonesia (WNI). Dari jumlah tersebut, 56,6 persen menyatakan “sangat bangga”, sedangkan 40,2 persen lainnya menyatakan “bangga” terhadap identitas
kebangsaannya dikutip dari (ANTARA News, 2025).
Temuan ini memperlihatkan bahwa rasa
kebangsaan masyarakat Indonesia masih relatif tinggi di tengah derasnya arus globalisasi. Hasil serupa juga ditemukan dalam survei Lingkar Survei Indonesia (LSI) pada tahun 2019, yang menunjukkan bahwa 66,4 persen warga lebih mengutamakan identitas kebangsaan (bangsa Indonesia) dibanding identitas keagamaan atau kesukuan.
Data ini menegaskan bahwa nasionalisme masih menjadi identitas utama di tengah masyarakat Indonesia, meski tantangan global semakin kompleks (Kompas Nasional, 2019).
Faktor Pendukung Nasionalisme
Lestari dan Wardanai (2019:25) mengungkapkan bahwa nilai-nilai pancasila
memberikan landasan moral dan etika yang kuat bagi generasi muda agar tetap mencintai budaya lokal serta menghargai perbedaan. Insani (2022:7) mengatakan
bahwa identitas budaya dan bahasa lokal yang tetap dijaga menjadi sumber kebanggan, penanaman jiwa nasionalisme ini difokuskan pada pelestarian budaya lokal dan bahasa sebagai bagian dari identitas bangsa yang khas.
Faktor Penghambat Nasionalisme Lura (2018) mengungkapkan bahawa faktor penghambat nasionalisme diantaranya yaitu dominasi budaya asinh dan media global yang mempengaruhi gaya hidup.
Globalisasi memungkinkan arus besar budaya luar, yang kadang kurang selektif diserap oleh generasi muda, sehingga ada kemungkinan nilai lokal menjadi tersingkirkan.
Kemudian faktor penghambat selanjutnya dikutip dari Widiyanta dan Miftahuddin (2023:206) mengungkapkan bahwa perbedaan etnis, agama, suku yang sangat majemuk di Indonesia bisa menjadi tantangan jika tidak dapat dikelola dengan baik. Konflik antar kelompok atau kurangnya ruang dialog bisa menimbulkan alienasi atau sikap skeptis terhadap identitas kebangsaan.
Upaya Penguatan
Dikutip dari Arifin, dkk (2025:119-120) mengungkapkan bahwa dalam mempertahankan nasionalisme bangsa dapat dilakukan dengan:
- Penguatan Pendidikan Nasionalisme, Pemerintah harus meningkatkan pendidikan nasionalisme di sekolah-sekolah. Hal ini melibatkan pengembangan kurikulum yang lebih mendalam tentang sejarah, budaya, dan nilai-nilai Indonesia. Pelajaran ini harus disampaikan secara menarik dan relevan bagi generasi muda.
- Pelestarian Bahasa, Bahasa adalah salah satu aspek penting dari identitas nasional. Dukungan harus diberikan untuk memelihara bahasa Indonesia dan
bahasa daerah. - Pendidikan Kesadaran Teknologi, Generasi muda harus diberikan pemahaman tentang risiko penggunaan teknologi yang tidak
sehat. Program pendidikan yang mengajarkan penggunaan teknologi yang bijak dan etis harus diselenggarakan.
Penutup
Meskipun globalisasi membawa tantangan nyata terhadap rasa nasionalisme di
Indonesia seperti pengaruh budaya asing, ketimpangan, dan konflik identitas bukti
empiris menunjukkan bahwa nasionalisme belum “luntur”.
Survei-survei nasional menggambarkan bahwa sebagian besar masyarakat masih merasa bangga menjadi bagian dari negara ini. Namun, mempertahankan rasa nasionalisme memerlukan usaha terus menerus: melalui pendidikan yang relevan, pemeliharaan budaya lokal, serta kebijakan publik yang adil dan inklusif.
Menjaga nasionalisme bukan hanya soal menjaga simbol dan retorika, melainkan memastikan bahwa nilai-nilai kebangsaan dapat dihayati secara nyata dalam kehidupan sehari-hari dari pendidikan dasar, perilaku sosial, pengelolaan media, hingga keadilan dalam pembangunan.
Dengan demikian, nasionalisme tetap menjadi fondasi bersama untuk keberagaman yang harmonis dalam Indonesia yang terus berubah.
Penulis: Anastasya Azahra