Walan.id – Puluhan jawara dan ulama Banten menggelar unjuk rasa di depan gerbang DPRD Banten, mengekspresikan penolakan mereka terhadap proyek PIK 2.
Pernyataan sikap ini disampaikan oleh massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Anti Oligarki, yang terdiri atas berbagai elemen masyarakat, termasuk budaya, aktivis mahasiswa, dan organisasi kemasyarakatan.
Dalam aksi tersebut, para jawara dan ulama membacakan tujuh tuntutan yang menekankan pentingnya menghentikan proyek yang mereka anggap merugikan masyarakat Banten.
Baca juga:Muncul Pagar Laut di Tanara, Kades Pedaleman: Tidak Ada Kaitan Dengan Proyek PIK 2
“Kami aksi tergabung dari lintas jawara, budaya, Macan Kulon, Bandrong, TTKKDH, Padepokan Manggala, BPPKB Banten, dibersamai juga para ulama ada dari lintas ormas aktivis mahasiswa rakyat Serang Utara yang terdampak penjajahan oligarki tersebut,” ujarnya kepada wartawan di sela-sela aksi, Kamis, 13 Februari 2025.
Lebih lanjut, Mursalim juga menyoroti kekecewaan yang mendalam dari rakyat Banten terhadap respons anggota Dewan.
“Kita ke dalam tidak ada hasil apa-apa yang ada hasilnya kecewa, sangat kecewa sekali sebagai rakyat Banten. Surat pemberitahuan aksi ini sudah lama kita layangkan kurang lebih 5 sampai 7 hari,” tuturnya.
Mursalim mengaku kecewa ketika aksi berlangsung, semua anggota Dewan menyatakan sedang melakukan reses, termasuk ketua DPRD.
“Bagi saya ini hal yang sangat bodoh, reses itu bisa diatur di kemudian hari. Justru rakyat Banten ini yang sangat genting karena tujuan aksi ini menagih janji anggota Dewan untuk berjuang bersama rakyat,” ujarnya.
Ia menggarisbawahi bahwa kondisi Banten saat ini dalam keadaan darurat dan menghadapi penindasan oleh oligarki.
Baca juga:Pemagaran Misterius di Perairan Laut Tangerang Ternyata Sejak Agustus 2024
Mursalim dan para peserta aksi sangat berharap untuk bertemu dengan anggota Dewan, namun tidak ada satu pun perwakilan yang hadir.
“Ada satu anggota Dewan, bilangnya kurang sehat dari salah satu fraksi mengatakan endasnya munyer perutnya mules, kami juga sama disini adalah rakyat, kami kurang tidur, kami belum makan, suara serak, kesehatan juga kami paksakan tetapi mereka seenaknya kepada kami. Kami kecewa,” keluhnya.
Melalui aksi ini, mereka meminta badan kehormatan anggota Dewan untuk segera melakukan audit dan investigasi, dengan dugaan keterlibatan anggota Dewan dalam praktik penjajahan yang mereka kritisi.
“Kami tunggu, tidak perlu lagi kami mengirim surat, biar mereka mengeluarkan surat untuk audiensi kepada masyarakat Banten,” tegasnya.
Baca juga:Maraknya Pembebasan di Wilayah Serang Utara, Karbala Ajak Audensi DPUPR Banten
Sebagai langkah selanjutnya, Mursalim mengungkapkan rencana untuk melanjutkan aksi bersama FPI DPD Provinsi Banten pada 18 Februari 2025. Ia juga menyoroti adanya intimidasi dan teror terhadap masyarakat.
“Untuk oknum preman bayaran, memang benar adanya kita sudah survei dan lakukan investigasi mulai dari Tanjung Pasir, Desa Kohod hingga Desa Muncung, memang benar adanya intimidasi dan teror kepada masyarakat,” pungkasnya.
Aksi ini menggambarkan ketidakpuasan mendalam dan perjuangan masyarakat Banten yang merasa suaranya tidak didengar dalam pengambilan keputusan yang berpengaruh pada kehidupan mereka.
Comments 1